Berlebihan dalam Beribadah Melebihi Rasulullah
3 min readOleh : Ustadz Farhan Abu Furaihan
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Imam Bukhari dan Muslim dari Aisyah radhiyallahu ‘anha :
جَاءَ ثَلَاثَةُ رَهْطٍ إِلَى بُيُوْتِ أزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، يَسْأَلُوْنَ عَنْ عِبَادَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَلَمَّا أُخْبِرُوْا كَأَنَّهُمْ تَقَالُّوْهَا، وَقَالُوْا: أَيْنَ نَحْنُ مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ وَقدْ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ. قَالَ أَحَدُهُمْ: أَمَّا أَنَا فَأُصَلِّيْ اللَّيْلَ أَبَداً، وَقَالَ الْآخَرُ: وَأَنَا أَصُوْمُ الدَّهْرَ أَبَداً وَلَا أُفْطِرُ، وَقَالَ الْآخَرُ: وَأَنَا أَعْتَزِلُ النِّسَاءَ فَلَا أَتَزَوَّجُ أَبَداً.
“Ada tiga orang mendatangi rumah istri-istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk bertanya tentang ibadah Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Lalu setelah mereka diberitahukan (tentang ibadah Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ), mereka menganggap ibadah Beliau itu sedikit sekali. Mereka berkata, “Kita ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ! Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah diberikan ampunan atas semua dosa-dosanya baik yang telah lewat maupun yang akan datang.” Salah seorang dari mereka mengatakan, “Adapun saya, maka saya akan shalat malam selama-lamanya.” Lalu orang yang lainnya menimpali, “Adapun saya, maka sungguh saya akan puasa terus menerus tanpa berbuka.” Kemudian yang lainnya lagi berkata, “Sedangkan saya akan menjauhi wanita, saya tidak akan menikah selamanya.”
Baik tidak shalat semalam penuh? Tidak mau tidur. Yang satu lagi maunya puasa saja, tidak mau berbuka, setiap hari puasa. Padahal nabi menyatakan puasa yang paling afdhol adalah puasa Daud. Yang satu lagi tidak mau menikah, ingin konsen ibadah, ingin hidup jomblo sampai mati supaya konsen ibadah. Pulang nabi disampaikan, maka nabi menyatakan :
أَنْتُمُ الَّذِيْنَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا ؟ أَمَا وَاللهِ إِنِّيْ لَأَخْشَاكُمْ لِلهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ، لَكِنِّيْ أَصُوْمُ وَأُفْطِرُ، وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ، وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِيْ فَلَيْسَ مِنِّيْ
“Benarkah kalian yang telah berkata begini dan begitu? Demi Allâh! Sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut kepada Allâh dan paling taqwa kepada-Nya di antara kalian. Akan tetapi aku berpuasa dan aku juga berbuka (tidak puasa), aku shalat (malam) dan aku juga tidur, dan aku juga menikahi wanita. Maka, barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku.”
Disodorkan kepadanya ayat-ayat dan hadits-hadits yang menerangkan kepadanya adab cara berdzikir, ini hadits-hadits nabi cukup jelas, ini yang beliau baca setelah shalat 5 waktu, begini bentuk tangan beliau. Dijawab, “Tapi kan.. tapi kan.. tapi kan..”. Subhanallah, cara ibadah kita lebih sempurna dari cara ibadah nabi dan para sahabatnya? Jelas hadits-hadits nabi yang menyebutkan apa saja yang beliau baca, kenapa kita tambah-tambah dengan, “Al-Faatihah!”, dengan shalawat dan seterusnya? Akhirnya beralasan, “Yang penting kan tujuannya baik.”
Lihat ucapannya Abdullah bin Masud,
“Jauhi oleh kalian sifat ta’ammuk (terlalu mendalam dalam beragama yang tidak didahului oleh mereka para sahabat nabi.”
Contohnya seperti pertanyaan sebagian mereka, “Kalau Allah beristiwa di atas Arsy, lalu dimanakah Allah sebelum Allah beristiwa di atas Arsy? karena Allah menyatakan :
ثُمَّ اسْتَوٰى عَلَى الْعَرْشِ
“Kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy (setelah menciptakan langit dan bumi).” (QS. As-Sajdah [32] : 4)
lalu Dimanakah Allah sebelum Allah menciptakan langit dan bumi?”
Ini bentuk ta’ammuk. lima ayat tersebut turun kepada nabi, nabi tidak bertanya kepada Allah, “Di mana Engkau ya Allah sebelum ini?”
6 ayat tersebut dibaca oleh nabi kepada para sahabatnya, tidak ada satupun diantara mereka yang menyanggah, ” Dimanakah Allah sebelum itu ya Rasulullah?”.
Para tabi’ in duduk bersimpuh di hadapan para sahabat, diajarkan akidah tersebut, tidak ada satupun diantara mereka yang bertanya dimanakah Allah sebelum itu wahai Umar, wahai Abu Bakar, wahai Abu Hurairah?
Oleh karena itu ketika ada orang datang kepada Imam Malik bertanya, “Wahai Imam Malik, bagaimanakah istiwa itu?” Maka bercucurlah keringat dari tubuh beliau. Karena ini aqidah yang sudah jelas, ma’ruf dipahami, kok tiba-tiba ada yang masih memperdebatkankan tentang sifat Allah itu.
Ditranskrip oleh Tim Syiar Tauhid Aceh dari kajian Ustadz Farhan Abu Furaihan
Lihat faedah lain disini:
- Faktor Yang Menyebabkan Manusia Menjadi Kafir dan Meninggalkan Agama Mereka, Yaitu: Sikap Yang Berlebih-Lebihan Kepada Orang Shaleh
- Sulitnya Membersihkan Tradisi
- Pelajaran Berharga Dari Perang Hunain
- Punya Harta Seperti Qarun?
- Syubhat jangan merasa paling benar karena belum tentu salah
- Ghibah “Ibarat Memakan Bangkai Manusia”
- Sumpah Palsu
Bantu Dakwah Sunnah di Serambi Mekkah. Untuk informasi lebih lanjut silakan klik disini. Jazakallahu khairan katsiran.