Imam Negri Hijrah Malik bin Anas
2 min readImam Malik bin Anas lahir pada tahun 93 H di Madinah al-Munawwarah (menurut mayoritas ulama). Ia tumbuh di kota yang menjadi tempat turunnya wahyu, pusat ilmu, dan jejak para sahabat serta tabi’in. Hal ini sangat memengaruhi pemikiran, fiqh, dan kehidupannya.
Nenek moyangnya berasal dari kabilah Yaman, “Dzu Ashbah.” Ibunya, al-‘Aliyah binti Syuraik al-Azdiyyah, adalah wanita Arab Yaman. Ia dibesarkan di lingkungan keluarga yang sangat peduli terhadap ilmu hadis. Kakeknya, Malik bin Abi ‘Amir, adalah seorang tabi’in yang meriwayatkan dari Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, dan Aisyah radhiyallahu ‘anhum.
Imam Malik mulai menghafal Al-Qur’an di awal kehidupannya, seperti kebiasaan keluarga Muslim lainnya. Ia kemudian menghafal hadis, didorong oleh lingkungannya di Madinah. Ketika menyatakan keinginan untuk mempelajari ilmu, ibunya memakaikan pakaian terbaik dan berkata:”Pergilah, pelajari adab dari Rabi’ah sebelum mempelajari ilmunya.”
Ia belajar dari Ibnu Hurmuz selama tujuh tahun, mempelajari perbedaan pendapat dan cara menjawab pengikut hawa nafsu. Ibnu Hurmuz menanamkan pentingnya mengatakan “tidak tahu” jika tidak mengetahui jawaban.
Ia juga belajar dari Nafi’, mantan budak Ibnu Umar, dengan penuh ketekunan. Imam Malik sering menunggu Nafi’ di bawah terik matahari untuk bertanya tentang pendapat Ibnu Umar.
Guru lainnya adalah Ibnu Syihab az-Zuhri, di mana Imam Malik dengan semangat belajar hingga menghafal hadis yang diajarkan oleh gurunya dalam satu pertemuan.
Setelah menyelesaikan pendidikannya, Imam Malik mulai mengajar dan memberi fatwa di Masjid Nabawi pada usia 17 tahun. Namun, ia tidak langsung memulai tanpa persetujuan ulama besar. Ia berkata:”Saya tidak duduk untuk mengajar hingga 70 ulama bersaksi bahwa saya layak untuk itu.”
Imam Malik sangat menghormati hadis Nabi. Ia enggan menulis hadis sambil berdiri karena menganggapnya tidak sopan.
Ia tidak tergesa-gesa dalam menjawab fatwa. Bahkan, ia pernah memikirkan satu masalah selama belasan tahun sebelum mendapatkan jawabannya.
Pada masa Khalifah al-Mansur (Abbasiyah), Imam Malik mengalami ujian berat. Ia dihukum cambuk karena meriwayatkan hadis “Tidak ada talak bagi orang yang dipaksa” yang disalahgunakan oleh pemberontak. Meskipun Khalifah kemudian meminta maaf, pengalaman ini menunjukkan keteguhan Imam Malik dalam memegang ilmu.
Imam Syafi’i: “Jika datang kepadamu hadis dari Malik, peganglah erat-erat.”Ahmad bin Hanbal: “Malik adalah pemimpin ulama dalam hadis dan fiqh.”Sufyan bin ‘Uyainah: “Jika Malik berbicara, kami mengikutinya.”
Imam Malik wafat pada tahun 179 H setelah hidup sekitar 90 tahun. Ia meninggalkan warisan ilmu yang luar biasa, termasuk kitab al-Muwaththa’, yang menjadi rujukan utama dalam hadis dan fiqh.Semoga Allah merahmati Imam Malik dan seluruh ulama kaum Muslimin.
REFERENSI : https://www.google.com/amp/s/islamqa.info/amp/ar/answers/119256
[Dengan sedikit perubahan]