Fri. Jun 2nd, 2023

Di Daerah Kami Dakwah Sunnah Mendapatkan Tekanan Dari Sebagian Oknum Pemerintah

2 min read

Pertanyaan :

Di daerah kami dakwah sunnah mendapatkan tekanan dari sebagian oknum pemerintah. Apakah kami harus tetap bersabar, atau melawan dengan memberikan penjelasan kepada mereka?

Jawaban :

Pertama, perlu diketahui bahwa tekanan seperti ini ini bukanlah hal yang baru. Hal ini telah terjadi dari masa ke masa, bahwa orang yang berpegang teguh di atas Al-Qur’an dan Sunnah pasti akan asing di masyarakatnya.

إِنَّ الْإِسْلَامَ بَدَأَ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ

“Sesungguhnya Islam muncul pertama kali dalam keadaan asing dan akan kembali dalam keadaan asing pula, maka beruntunglah orang-orang yang terasing.” [HR. Ibnu Majah no. 3978]

Jangankan bicara soal akidah, melakukan sesuatu sesuai aturan pun seperti tidak sogok menyogok, disiplin, tepat waktu, terkadang tidak disukai di di tempat kerja, dan ini sudah menjadi rahasia umum. Orang seperti ini sering dianggap tidak cocok diajak bekerja sama. Lalu bagaimana lagi jika yang dibahas tersebut menjurus dalam hal akidah dan keyakinan yang kadang berbeda dengan lingkungan. Dan kita ketahui bahwa umat Islam terpecah menjadi 73 golongan.

Kedua, ketika ada masalah yang menghadapi kita, maka jangan hanya dipandang dari segi masalahnya saja. Tetapi, lihatlah diri kita. Kadang bukan konten penyampaian yang menjadi masalah, akan tetapi metode dan akhlak kita dalam menyampaikan saja yang perlu diluruskan.

Adapun isi penyampaian manakala telah sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah dan disepakati pula oleh para ulama Islam, maka kita tidak boleh warna-warni di sana. Namun dalam perkara ijtihadiyah, maka kita katakan perkara tersebut sebagai ijtihadiyah yang kita berlapang dada dengan perbedaan di dalamnya.

Sekali lagi perlu diingat, ada metode yang perlu diperhatikan dalam berdakwah. Kita lihat Rasullullah ﷺ, bukan bawaan beliau dalam berdakwah yang tidak diterima, tapi murni isi dakwah beliau yang menyelisihi hawa nafsu orang-orang yang ingkar.

Bisa saja saudara kita muslimin senang dengan apa yang kita sampaikan. Tetapi metode, akhlak, cara bermuamalah, atau cara kita mengingkari kemungkaran itu sendiri yang membuat orang tidak terima.

Perlu kita tekankan bahwa manhaj salaf dan apa yang datang dari nabi adalah ma’shum. Tapi kita yang menyandarkan diri kepada manhaj salaf bisa benar dan salah. Maka kita butuh untuk sering instrospeksi.

Kemudian ketika kita akan mencegah kemungkaran, perhatikanlah maslahat dan mafsadat. Apabila ada maslahat dengan kita mengingkari maka majulah. Tapi kalau tidak ada maslahatnya, maka kita mundur.

Perlu diketahui, dalam Undang-Undang juga disebutkan setiap warga negara bebas menjalankan keyakinannya masing-masing. Perselisihan antara yang qunut subuh dengan yang tidak qunut subuh, antara yang maulid dengan yang tidak maulid, sudah terjadi sebelum Indonesia ini ada. Begitupun sesudah Indonesia merdeka, hal ini memang sudah sering terjadi di tengah-tengah muslimin. Sehingga kita butuh saling bertoleransi dalam masalah seperti ini. Ketika ada orang yang meyakini untuk tidak melakukan sesuatu maka itu keyakinannya. Jika ia mendakwahkan maka hal tersebut hanya sebatas konten dari ilmu yang mereka ketahui. Hal ini tentunya dilindungi Undang-Undang dan secara aturan agama pun memang harus disampaikan walaupun pahit.

Semoga bermanfaat

Pemateri : Ustadz Harits Abu Naufal حَفِظَهُ اللهُ

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *